FIA (Federasi Automobil Internasional) semakin serius dalam menegakkan aturan terkait penggunaan bahasa oleh pembalap. Presiden FIA, Mohammed Ben Sulayem, baru-baru ini mengusulkan kebijakan yang akan membatasi apa yang dapat disiarkan di radio tim selama akhir pekan balapan. Usulan ini menambah daftar panjang regulasi ketat yang diberlakukan oleh FIA, meskipun keputusan soal siaran tersebut tetap berada di tangan FOM (Formula One Management), yang memegang hak siar F1.
Belakangan ini, isu mengenai kontrol bahasa di luar lintasan balap semakin hangat diperbincangkan, terutama setelah Ben Sulayem memperkenalkan aturan yang lebih ketat terkait penggunaan bahasa kasar. Pembalap diharapkan menjaga sikap mereka, terutama selama konferensi pers resmi yang menjadi bagian dari acara balapan. Langkah ini, meski bertujuan untuk menciptakan suasana lebih profesional, juga menimbulkan pro dan kontra di kalangan para pembalap.
Beberapa pembalap, seperti Max Verstappen, telah menerima sanksi terkait bahasa yang tidak pantas yang mereka gunakan, baik dalam konferensi pers maupun saat berada di pit lane. Verstappen, misalnya, dikenakan hukuman sosial setelah mengeluarkan umpatan saat konferensi pers. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan para pembalap, yang merasa bahwa mereka diperlakukan seperti anak-anak meskipun mereka adalah atlet profesional. Asosiasi Pembalap Grand Prix (GPDA) bahkan mengirimkan surat protes kepada FIA, meminta agar mereka diperlakukan dengan lebih bijaksana dan adil.
Namun, di balik peraturan yang ketat ini, ada pertanyaan besar tentang konsistensi dan penerapannya. Dalam beberapa kesempatan, FIA tampak lebih longgar dalam menanggapi penggunaan bahasa kasar, seperti dalam kasus Frederic Vasseur dan Toto Wolff di Las Vegas pada 2023, atau denda yang dijatuhkan kepada Yuki Tsunoda di GP Austria 2024. Situasi ini menunjukkan bahwa meskipun ada aturan, penerapannya bisa sangat bervariasi.
Perubahan terbaru yang diusulkan oleh Ben Sulayem adalah untuk memperketat kontrol terhadap siaran radio tim selama balapan. Hal ini dapat mencakup opsi untuk menunda atau memutuskan komunikasi radio langsung antara pembalap dan tim mereka. Ben Sulayem juga menyebutkan bahwa FOM, meskipun memiliki hak siar, tetap harus berkoordinasi dengan FIA mengenai masalah ini, mengingat FIA adalah pemilik kejuaraan dunia F1. Namun, keputusan ini tidak akan mudah diterapkan karena FOM juga memiliki kepentingan besar dalam siaran langsung dan dampaknya terhadap penonton.
Di sisi lain, FOM memiliki strategi manajemen tim radio yang sering memanfaatkan momen-momen dramatis selama balapan untuk menarik perhatian penonton. Misalnya, pesan-pesan yang disiarkan seringkali dipotong atau disiarkan di luar konteks untuk menambah sensasi. Jika FIA ingin menerapkan kontrol lebih ketat terhadap siaran radio, mereka harus bekerja sama dengan FOM untuk memastikan bahwa aturan tersebut tidak mengganggu strategi siaran yang sudah ada.
Secara keseluruhan, meskipun langkah FIA untuk mengendalikan bahasa pembalap dimaksudkan untuk menciptakan suasana yang lebih profesional dan tertib, hal ini akan menjadi tantangan besar, baik bagi pembalap, FIA, maupun FOM. Ke depannya, kita dapat mengharapkan lebih banyak perdebatan mengenai batasan-batasan ini, yang mungkin akan terus mengundang kontroversi di kalangan semua pihak yang terlibat dalam dunia Formula 1.